Majalah Tempo kembali menjadi pembicaraan publik. Cover majalah yang mengilustrasikan wajah bapak presiden yang memiliki bayang-bayang pinokio Dengan headline bertuliskan “JANJI TINGGAL JANJI”. Bentuk PDF-nya pun beredar dari jejaring group Watsapp, hal serupa terjadi kala Tempo mengangkat headline dibalik kerusuhan sengketa pilpres 2019.
Sebagai orang yang pernah bekerja dan bergelut dengan majalah. Hal yang dilakukan Tempo sebagai media senior yang akurasi datanya menjadi refrensi bagi pegiat jurnalistik baik pada bidang politik, bisnis dan sosial menurut saya sudah tepat. Pembahasan soal upaya pelemahan KPK melalaui RUU yang disetujui bapak presiden menjadi isu strategis dan menjual bagi media. Mungkin Tempo merupakan satu-satunya media cetak yang memiliki akses dan treatmen dalam investigasi penggalian data.
Dulu majalah Tempo adalah bacaan wajib kami sebagai refrensi pembuatan majalah. Dari cara mengambil engel berita, mengangkat headline, investigasi dan yang tidak kalah pentingnya ilustrasi covernya selalu memikat. Itulah sederet alasan kenapa media bentukan Goenawan Muhammad ini menjadi refrensi pegiat jurnalistik pemula, meskipun tidak ada gading yang tak retak.
Konsistensi sikap kritis tempo terhadap pemerintah perlu diapresiasi. Sejarah mencatat, media ini dulu di bredel di era orde baru. Reformasi adalah nafas kebebasan pers. Ideal-nya lembaga pers harus menjaga jarak dengan penguasa dan dapat menjadi corong masyarakat.
Tak heran jika Tempo mendapat serangan dari bazzer politik penguasa. Seperti Denny Siregar dan para bazzer lainya. Beragam counter dilakukan seperti permasalahan cover yang dinilai melecehkan presiden/lambang negara.
Sebagai pendukung Jokowi. Saya merasakan kekecewaan sebagaimana yang diungkapkan Yenny Wahid, Alissa Wahid, Syafi’i Ma’arif dan para Cendekiawan lainya atas sikap presiden mengenai persetujuan RUU KPK. Bertolak belakang dengan tugas bazzer yang memang memupuk rasa fanatisme. Sehingga salah-benar Jokowi tetap disanjung dan dibela. Ini jelas merusak akal sehat.
Mendukung dan mengawal kebijakan dengan merawat sikap kritis terhadap pemerintah itu penting. Sebab kita semua sadar bahwa, Presiden Jokowi adalah orang baik ditengah kepungan kepentingan para penjahat, oligarki politik.
Tabik, Abdur Rouf Hanif.
ketua Lakpesdam NU Tanggamus